BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Studi-studi
agama dewasa ini mengalami perubahan orientasi yang jauh berbeda jika
dibandingkan dengan kajian-kajian agama sebelum abad ke-19. Umumnya pengkajian
agama sebelum abad ke-19 memiliki beberapa karakteristik yang antara lain,
sinkritisme, penemuan arca baru, dan untuk kepentingan misionari dipicu oleh
semangat dan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga orientasi dan metodologi
studi islam mengalami perubahan.
Adapun studi
islam sendiri merupakan ilmu keislaman mendasar. Dengan studi ini, pemeluknya
mengetahui dan menetapkan ukuran ilmu, iman dan amal perbuatan kepada allah
swt. Diketahui pula bahwa islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi
yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal fikiran, politik ekonomi, ilmu
pengetahuan dan teknologi lingkungan hidup, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Untuk memahami berbagai dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai
pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Selama ini islam banyak
dipahami dari segi teologis dan normative.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini agar lebih mudah untuk dipahami maka penulis berupaya untuk
memberikan batasan hingga dapat dimengerti dengan jelas isi makalah ini sendiri
secara baik dengan rumusan sebagai berikut:
1. Apakah pengertian studi Islam
2. Bagaimanakah Ruang lingkup studi
Islam
3. Kedudukan pengantar studi Islam
4. Islam sebagai objek kajian
5. Islam normatif dan historis
C. TUJUAN MASALAH
- Mengetahui pengertian studi
islam
- Mengetahui ruang lingkup studi
islam
- Mengetahui kedudukan pengantar
studi islam
- Mengetahui islam sebagai objek
kajian
- Mengetahui islam normatif dan
historis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Studi Islam
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat
dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah
kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga
perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian
yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha
sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara
mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,
baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.[1]
Studi Islam
diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal: 1) Islam yang
bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat dimaknai yang
mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya
membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan,
3) Islam bermuara pada kedamaian.[2]
Usaha
mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan
oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh
orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman di kalangan umat Islam
sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam motivasinya dengan yang dilakukan
oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan umat Islam, studi
keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran
Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan
di luar kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari
seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan mat
Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi). Namun
sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu
pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam
tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik
yang bersifat positif maupun negative.
Para ahli
studi keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum
orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi
tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia orang Islam. Dalam praktiknya,
studi Islam yang dilaukan oleh mereka, terutama pada masa-masa awal mereka
melakukan studi tentang dunia Timur, lebih mengarahkan dan menekankan pada
pengetahuan tentang kekurangan-kekurangandan kelemahan-kelemahan ajaran agama
Islam dan praktik-praktik pemgalaman ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari
uamat Islam. Nmaun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di antara para
orientalis yang memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat
ilmiah terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian
itu kan bisa bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan
umat Islam sendiri.
Kenyataan
sejarah menunjukkan (terutama setelah masa keemasan Islam dan umat Islam sudah
memasuki masa kemundurannya) bahwa pendekatan studi Islam yang mendominasi
kalangan umat Islam lebih cenderung bersifat subjektif, apologi, dan doktriner,
serta menutup diri terhadap pendekatan yang dilakukan orang luar yang bersifat
objektif dan rasional. Dengan pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan
doktriner tersebut, ajaran agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits
–yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap tuntutan
perkembangan zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku
serta tabu terhadap sentuhan-sebtuhan rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan
zaman. Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat Islam terkesan
mandek, membeku dan ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah
yang menjadi sasaran objek studi dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.[3]
B. Ruang Lingkup Studi Islam
Agama sebagai obyek studi minimal
dapat dilihat dari tiga sisi:
1. Sebagai
doktrin dari tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti
absolute, dan diterima apa adanya.
2. Sebagai
gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya
dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
3. Sebagai
interaksi sosial, yaitu realitas umat islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup
studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan
suatu kenyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan
penelitian didalamnya.[4]
C. KEDUDUKAN STUDI ISLAM DENGAN MATA
KULIAH LAIN
Seiring
berkembangnya zaman, mempelajari metodologi studi islam diharapkan dapat
mengarahkan kita untuk untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dalam pemikiran
aiaran-ajaran islam yang merupakan warisan doktriner yang dianggap sudah mapan
dan sudah mandek serta ketinggalan zaman tersebut, agar mampu beradaptasi serta
menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan modernisasi dunia dengan tetap
berpegang terhadap sunber agama islam yang asli, yaitu al-qur’an dan as-sunnah.
Mempelejari metodologi studi islam juga diharapkan mampu memberikan pedoman dan
pegangan hidup bagi umat islam agar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu
menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era-globalisasi sekarang
ini[5]
Maka dari
itu kedudukan studi islam sangatlah penting peranannya dari semua disiplin ilmu
lain yang menyangkut tentang aspek islam, karena studi islam merupakan disiplin
ilmu yang menerangkan dasar seseorang dalam beragama. Oleh karenanya diharapkan
mata kuliah ini harus ada dalam setiap studi ilmu khususnya di Indonesia.
Dengan
mempelajari studi islam, Mahasiswa diharapkan mempunyai pegangan hidup yang
pada akhirnya dapat menjadi muslim sejati.
D. ISLAM SEBAGAI OBJEK KAJIAN
Dari
fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang menarik untuk
dijadikan sebagai objek kajian dan dalam mengkaji Islam, tentu kita harus
berpedoman pada dua sumber otentiknya yakni Alquran dan hadis.
Orang yang
memeluk Agama Islam, yang disebut muslim adalah orang yang bergerak menuju
ketingkat eksistensi yang lebih tinggi. Demikian yang tergambar dalam konotasi
yang melekat dalam kata Islam apabila kita melakukan suatu kajian tentang arti
Islam itu sendiri.
Untuk memecahkan
masalah yang timbul dalam masyarakat, maka seorang muslim mengadakan suatu
penafsiran terhadap Alquran dan hadis sehingga timbullah pemikiran Islam, baik
yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Islam
sebagai agama, pemikiran atau penafsiran Alquran dan hadis, juga sebagai objek
kajian, sebuah sistem yang hidup dan dinamis. Sistem ini meliputi sebuah
matriks mengenai nilai dan konsep yang abadi. Hidup dan realistis sehingga
memberikan karakter yang unik bagi peradaban. Karena Islam merupakan suatu sistem
total, maka nilai dan konsep ini menyerap setiap aspek kehidupan manusia.
Islam
sebagai agama teologis juga merupakan agama pengetahuan yang melahirkan beragan
pemikiran, lahirnya pemikiran ini memberi indiksi yang kuat bahwa pada dataran
pemahaman dan aktualisasi nilai Islam merupakan suatu wujud keterlibatan
manusia dalam Islam, dan bukan berarti mereduksi atau mentransformasikan
doktrin esensialnya. Bukankah dalam Islam telah memotivasi pelibatan akal
pikiran untuk dikenali, diketahui dan diimplementasikan ajarannya (QS. 96;1).
Ajarannya yang berbentuk universal hanya bisa ditangkap dalam bentuk nilai,
sehingga ketika ia turun dan jatuh ke tangan manusia, ia baru menjadi bentuk
(Muhammad Wahyudi Nafis, 7).
Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa yang terdapat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.[6]
Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa yang terdapat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.[6]
Islam
berbentuk nilai-nilai, jika pemikiran (akal pikiran) dilibatkan dalam proses
memahami dan mengaktualisasikannya dalan senarai sejarah Pemikiran Islam
terpotret bagaimana pemikiran peminat studi Islam memberi andil kreatif dan
signifikan terhadap bangunan pemahaman ajaran Islam dalam berbagai dimensinya
yang melahirkan berbagai jenis pengetahuan Islam (ulumul Islam) seperti
teologis, filsafat Islam, ulumul Quran dan hadis, ilmu-ilmu syariah dan
sebagainya.
Jadi,
mengkaji Islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang dipahami oleh
pemikir-pemikir yang telah mengkaji ajaran-ajaran Islam yang melahirkan bentuk
pemahaman atau kajian tertentu.
E. ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS
1. Islam Normatif
Islam
normatif adalah islam pada dimensi sakral yang diakui adanya realitas
transendetal yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu atau
sering disebut realitas ke-Tuhan-an.[7]
Kajian islam
normatif Melahirkan tradisi teks : tafsir, teologi, fiqh, tasawuf, filsafat.
Ø Tafsir : tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci
Ø Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan
Ø Fiqh :
tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
Ø Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan
Ø Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran
dan
2. Islam Historis
Islam
historis adalah islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan
manusia yang berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks
kehidupan pemeluknya. Oleh karenanya realitas kemanusiaan selalu berada dibawah
realitas ke-Tuhan-an.[8]
Dalam
pemahaman kajian Islam historis, tidak ada konsep atau hukum Islam yang
bersifat tetap. Semua bisa berubah. Mereka berprinsip: bahwa pemahaman hukum
Islam adalah produk pemikiran para ulama yang muncul karena konstruk sosial
tertentu. Mereka menolak universalitas hukum Islam. Akan tetapi, ironisnya pada
saat yang sama, kaum gender ini justru menjadikan konsep kesetaraan gender
sebagai pemahaman yang universal, abadi, dan tidak berubah. Paham inilah yang
dijadikan sebagai parameter dalam menilai segala jenis hukum Islam, baik dalam
hal ibadah, maupun muamalah.[9]
Islam
historis merupakan unsur kebudayaan yang dihasilkan oleh setiap pemikiran
manusia dalam interpretasi atau pemahamannya terhadap teks, maka islam pada
tahap ini terpengaruh bahkan menjadi sebuah kebudayaan. Dengan semakin adanya
problematika yang semakin kompleks, maka kita yang hidup pada era saat ini
harus terus berjuang untuk menghasilkan pemikiran-pemikiran untuk mengatasi
problematika kehidupan yang semakin kompleks sesuai dengan latar belakang
kultur dan sosial yang melingkupi kita, yaitu Indonesia saat ini. Kita perlu
pemahaman kontemporer yang terkait erat dengan sisi-sisi kemanusiaan-sosial-budaya
yang melingkupi kita.
Perbedaan
dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam
menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normatif, maka
Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang berkaitan
dengan urusan akidah dan mu’amalah. Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut
histories atau sebagaimana yang nampak dalam masyarakat, maka Islam tampil
sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Studies).
Kajian islam
historis melahirkan tradisi atau disiplin studi empiris: antropologi agama,
sosiologi agama, psikologi agama dan sebagainya.
Ø Antropologi agama : disiplin yang mempelajari tingkah laku
manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan.
Ø Sosiologi agama : disiplin yang mempelajari sistem relasi
sosial masyarakat dalam
hubungannya dengan agama.
hubungannya dengan agama.
Ø Psikologi agama : disiplin yang mempelajari
aspek-aspek kejiwaan manusia dalam
hubungannya dengan agama
hubungannya dengan agama
3. Hubungan antara kedanya
Hubungan
antara keduanya dapat membentuk hubungan dialektis dan ketegangan. Hubungan
Dialektis terjadi jika ada dialog bolak-balik yang saling menerangi antara teks
dan konteks. sebaliknya akan terjadi hubungan ketegangan jika salah satu
menganggap yang lain sebagai ancaman.
Menentukan
bentuk hubungan yang pas antara keduanya adalah merupakan separuh jalan untuk
mengurangi ketegangan antara kedua corak pendekatan tersebut. Ketegangan bisa
terjadi, jika masing-masing pendekatan saling menegaskan eksistensi dan
menghilangkan manfaat nilai yang melakat pada pendekatan keilmuan yang dimiliki
oleh masing-masing tradisi keilmuan.
Menurut
ijtihad, Amin Abdullah, hubungan antara keduanya adalah ibarat sebuah koin
dengangan dua permukaan. Hubungan antara keduanya tidak dapat dipisahkan,
tetapi secara tegas dan jelas dapat dibedakan. Hubungan keduanya tidak berdiri
sendiri-sendiri dan berhadap-hadapan, tetapi keduanya teranyam, terjalin dan
terajut sedemikian rupa sehingga keduanya menyatu dalam satu keutuhan yang
kokoh dan kompak. Makna terdalam dan moralitaskeagamaan tetap ada, tetap
dikedepankan dan digaris bawahi dalam memahami liku-liku fenomena keberagaman
manusia, maka ia secara otomatis tidak bisa terhindar dari belenggu dan jebakan
ruang dan waktu.[10]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Arah dan
tujuan studi Islam dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Untuk mempelajari
secara mendalam tentang apa sebenarnya (hakikat)agama Islam itu, dan bagaimana
posisi serta hubungannya dengan agama-agama lain dalam kehidupan budaya
manusia; 2) Untuk mempelajari secara mendalam pokok-pokok isi ajaran agama
Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran serta operasionalisasinya dalam
pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarahnya;
3) Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama islam yang tetap
abadi dan dinamis, dan bagaimana aktualisasinya; 4) Untuk mempelajari secara
mendalam prinsip-prinsip dan nili-nilai dasar ajaran agama Islam, dan bagaimana
realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan
budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini
Sedangkan
ruang lingkup studi islam meliputi: 1) Sebagai doktrin dari tuhan yang
sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima
apa adanya. 2) Sebagai gejala budaya, yang berarti
seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk
pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.3) Sebagai interaksi sosial, yaitu
realitas umat islam.
Studi islam
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi disbanding dengan mata kulaih lain,
karena dalam studi islam, mahasiswa dapat belajar secara mendalam tentang dasar
beragama dan dapat menjadikan pegangan dalam hidupnya.
Islam
normatif merupakan Islam pada dimensi sakral, Islam ideal atau yang seharusnya,
Islam sebagai realitas transendental, yang bersifat mutlak dan universal,
melampaui ruang dan waktu atau sering disebut sebagai realitas ke-Tuhan-an.
Sedangkan islam historis merupakan islam yang tidak bisa dilepaskan dari
kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu, Islam yang
senyatanya, yang terangkai oleh konteks kehidupan pemeluknya, dan berada di
bawah realitas ke-Tuhan-an.
Hubungan
diantara keduanya dapat berbentuk dialektis maupun ketegangan. Perlu kiranya
dikaji dan ditelaah ulang secara kritis-analitis-akademis dan sekaligus
dialektis sesuai denga kaidah keilmuan historis-empiris pada umumnya. Dengan
demikian hubungan antara kedunaya terasa hidup, segar, terbuka, open ended dan
dinamis.
B. SARAN
Kami yakin
bahwa tulisan kami ini, masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik
dari pembaca, penulis harapkan sekali demi penyempurnaan tulisan/tugas makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. 1996. Studi Agama:
Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ali, Mukti. Memahami Beberapa Aspek
Ajaran Islam. Cet. II; Bandung: Mizan, 1993
M. Nurhakim, Metode Studi
Islam, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2004)
Muhaimin, et.al.Kawasan dan
Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana, 2005)
Muqowim dkk.2005. Pengantar Studi
Islam. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
Yusuf, Mundzirin dkk. 2005. Islam
dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
[3] Yusuf, Mundzirin dkk. 2005.
Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
[7] Abdullah, Amin. 1996. Studi
Agama: Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar